Senin, 25 Juni 2012
LINDUNGI KARYA ANAK NEGERI
KOMPAS.com -- Mobil jenis sport utility vehicle hasil rakitan siswa sekolah menengah kejuruan yang kini menjadi kendaraan dinas Wali Kota Solo Joko Widodo tidak dibuat dalam sehari. Mobil bermesin 1.500 cc itu hasil kerja sama dan proses belajar siswa di 33 SMK di seluruh Indonesia sejak 2009. Mobil rakitan alias rekayasa siswa SMK mendadak naik daun. Seakan terjadi euforia di masyarakat, para pejabat dan selebriti berbondong-bondong memesan mobil Esemka. Bahkan, muncul desakan memproduksi massal dan menjadikan cikal bakal mobil nasional (mobnas). Proyek mobil dalam negeri bukan hal baru karena pernah berkali-kali dicoba sejak tahun 1985. Sayangnya, semua proyek terhenti seperti yang dialami Timor dan Bimantara. Tidak adanya dukungan pemerintah dan sepinya pasar menjadi penyebab kegagalan mobnas. Nasib serupa dialami sepeda motor Kanzen, hasil rakitan siswa SMK Negeri 4 Jakarta yang bekerja sama dengan industri. SMK ini pula yang mendapat tugas dari pemerintah merakit 200 mesin mobil Esemka. Kepala Sekolah SMK Negeri 4 Jakarta Wahidin Ganef berharap kali ini pemerintah dan masyarakat serius mendukung dan melindungi produk anak negeri. Perjuangan untuk memasarkan dan membuat diterima seterusnya oleh masyarakat akan berat mengingat akan ada pihak-pihak yang merasa terancam bisnisnya. "Jika semua berkomitmen membuat mobil, pasti jadi. Pesawat saja bisa kita buat. Ini momen penting. Jangan sampai lewat dan kandas lagi," kata Wahidin, Selasa (10/1). SMK itu yakin mampu memproduksi massal mobil Esemka asalkan dikerjakan bersama-sama dengan semua SMK di Indonesia dan industri meski tidak bisa secepat produksi pabrik karena keterbatasan teknologi dan fasilitas peralatan. Produksi di SMK Negeri 4, kata Wahidin, sudah mirip pabrik, hanya prosesnya lebih sederhana karena disesuaikan dengan kondisi workshop (bengkel) dan peralatan. "Kalau mesinnya ada di sekolah, apa pun bisa kami lakukan. Pemerintah perlu investasi untuk beli peralatan dengan teknologi terbaru. Tidak perlu investasi banyak karena setiap SMK sudah punya alat," katanya. Kendala SMK untuk memproduksi massal mobil Esemka, kata guru bidang Elektronika dan Industri di SMK Negeri 4 Jakarta, Agus Martoyo, hanya pada ketersediaan ruang produksi dan kecepatan. Apalagi, bengkel sekolah tidak didesain untuk berfungsi sebagai pabrik. Baginya yang terpenting adalah membangkitkan semangat siswa untuk menghasilkan sesuatu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar