LOKASI SMKN 4 Jakarta cukup tenang dan nyaman untuk belajar. Jauh dari ingar-bingar kemacetan yang sering ditemukan di sebagian besar kawasan Jakarta. Sekolah yang didirikan pada 1955 itu berada di Jalan Rorotan VI, Cilincing, Jakarta Utara. Jaraknya sekitar 22 kilometer arah timur Tugu Monas.
Saat Jawa Pos (Radar Bekasi Group) mengunjungi sekolah tersebut Jumat lalu (2/12), ratusan siswa serius mengikuti pelajaran di sejumlah kelas yang tertata rapi. Aktivitas yang tidak kalah sibuk terlihat di ruang development elektronika. Agus Martoyo, salah seorang guru sekaligus instruktur praktik, tekun mengajari sejumlah siswa dan beberapa instruktur yunior.
“Mari silakan gabung. Kita sedang mengevaluasi kinerja mesin pembatik,” tutur pria kelahiran Wonogiri, 4 Juni 1960, itu. Agus bersama anak didiknya berdiri mengelilingi sebuah robot atau mesin persegi panjang seukuran papan lapangan tenis meja.
Fokus perhatian Agus dan anak didiknya adalah kepala robot yang ada di tengah-tengah mereka. Kepala robot tersebut bergeser ke kanan-kiri. Di bagian tengah kepala robot, terdapat jarum seperti ujung pena. Nah, di jarum itulah kinerja robot pembatik tersebut terpusat.
Agus menuturkan, jarum tersebut dijadikan saluran aliran lilin padat yang lebih dahulu dilelehkan di dalam kepala robot. Dengan menggunakan suhu sekitar 80 derajat Celsius, jarum di kepala robot itu siap membatik.
Sekilas, orang menganggap kinerja robot pembatik tersebut mengadopsi mesin printer. Namun, menurut Agus, dasar kerja keduanya berbeda jauh. “Printer bekerja horizontal terus,” katanya.
Tidak demikian mesin robot yang dibuat dengan dana sekitar Rp30 juta tersebut. Bapak dua anak itu mengatakan, jarum di kepala robot bekerja seperti tangan perajin batik. “Tidak kaku seperti cartridge printer yang bergerak ke kanan dan ke kiri saja,” tutur Agus.
Jarum bisa bergerak meliuk-liuk mengikuti desain batik yang sudah dibuat dengan software Corel Draw atau Paint Windows. Robot itu terlihat lincah ketika diperagakan membatik desain Tugu Monas. Gambar sepasang kepala ondel-ondel yang terlihat rumit juga mampu dilahap robot tersebut dengan baik. Robot yang hanya menyedot setrum setara dengan setrika itu juga tidak rewel ketika membatik model ukiran dengan puluhan lengkungan.
Saat dipamerkan dalam Lomba Keterampilan Siswa (LKS) kategori SMK tingkat nasional di Senayan bulan lalu, robot pembatik itu menyita perhatian pengunjung. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhammad Nuh juga terkesan ketika mendengar paparan dari siswa SMKN 4 Jakarta tentang kinerja robot tersebut.
Agus menceritakan, gagasan membuat robot pembatik tersebut muncul sekitar Juni lalu. Saat itu, SMKN 4 Jakarta sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti kontes produk kreatif Indonesia. Sebulan kemudian, robot yang dibuat keroyokan dengan modal awal dari kantong pribadi Agus tersebut jadi. Dia menuturkan, 75 persen komponen robot itu disusun dari alat-alat yang bisa diciptakan siswa sendiri. Sisanya sekitar 25 persen adalah produk impor.
Pertama memamerkan robot pembatik itu, Agus menerima banyak pujian dan banyak pula cibiran. “Saya kaget. Ini karya kami pertama yang mendapat respons pro dan kontra,” tutur pria yang menjadi guru sejak 1980 itu. Respons positif atau pujian muncul karena robot pembatik tersebut adalah karya terbaru dalam memodernisasi batik tulis. Robot pembatik itu bisa menyaingi teknologi batik cetak yang motifnya monoton.
Sebaliknya, cibiran atau protes muncul karena robot tersebut bisa mematikan perajin yang menggantungkan hidup dari batik tulis konvensional. Protes tadi memang tidak salah. Sebab, proses batik tulis dengan memanfaatkan robot itu bisa menghapus peran pecanting dan diganti seorang operator mesin. Meski diprotes, Agus tidak mundur.
Agus terus berupaya meluruskan opini-opini yang menyebut robot pembatik tersebut merugikan nasib pecanting. Dia mengatakan sering berkunjung ke dapur-dapur pemrosesan batik tulis di kantong-kantong industri batik tulis. Dalam kunjungannya tersebut, Agus menemukan bahwa proses pembuatan batik tulis memakan waktu lama dan mengakibatkan ongkos produksi melambung.
Dia mencontohkan, mendesain motif batik di selembar kain ukuran standar bisa memakan waktu dua sampai tiga hari. Setelah desain rampung, masuk tahap melukis lilin. Agus memperkirakan, rata-rata proses melukis lilin tersebut membutuhkan waktu dua sampai tiga minggu. “Total waktu yang dibutuhkan hingga kain batik tulis siap dijahit butuh sebulan,” jelasnya.
Dengan robot pembatik tersebut, waktu sebulan yang dibutuhkan untuk menciptakan batik tulis konvesional bisa dipangkas. Tahap desain yang sebelumnya butuh waktu dua hingga tiga hari bisa dikepras menjadi sehari. Dengan catatan, desainer motif batik juga menguasai teknik menggambar di Corel.
Selanjutnya, waktu untuk melukis lilin yang dilakukan para pecanting bisa dikepras menjadi tiga sampai lima jam. “Bayangkan, betapa efisiennya ketika proses melukis tiga minggu bisa dikerjakan hanya dalam tiga sampai lima jam,” tutur suami Ririn Airiyanti, 45, itu. Agus menuturkan, tahap selanjutnya, yaitu pewarnaan, dijalankan persis seperti proses batik tulis konvesional. Pewarnaan kain tetap menggunakan teknik direbus.
Agus lantas menunjukkan kain batik hasil kerja robot ciptaannya. Sekilas, hasilnya persis batik tulis. Tetapi, di beberapa titik terdapat garis-garis motif batik yang terlihat lebih lebar. Tidak simetris. Dia menegaskan, pada tahap development saat ini, pihaknya fokus memperbaiki kinerja ujung jarum di kepala robot. Dengan demikian, hasil batik tidak melebar dan mengecil di beberapa titik.
Ternyata, sudah ada hasil karya robot itu yang berbentuk baju. “Ini. Batik yang saya pakai ini dibuat dari robot pembatik,” katanya. Karena tidak ada bekal desain motif batik, motif batik baju yang dikenakan Agus tidak keruan. Memadukan motif tradisional, seperti gambar burung dan bunga. Juga motif modern, seperti mencantumkan logo Intel Inside dan gitar di beberapa bagian.
Menurut Agus, dengan berbagai keunggulan tadi, orang-orang yang terlibat dalam proses batik tulis tidak perlu khawatir. Robot itu tidak perlu dianggap momok. Sebab, dengan proses yang cukup singkat, pengusaha batik bisa menerima order yang melimpah. Jika proses melukis lilin diganti robot, usaha batik tulis masih membutuhkan karyawan untuk proses pewarnaan, pengemasan, bahkan pemasaran.
Selama ini, Agus sering mendapat kabar bahwa produsen batik tulis sering kewalahan ketika menerima order dalam jumlah besar. Alasannya, jumlah pecanting yang mereka miliki terbatas. “Dalam satu perusahaan, kadang hanya ada lima sampai sepuluh pecanting,” ujar Agus.
Dia berharap, dengan adanya robot pembatik itu, keluhan tak bisa memenuhi order dalam jumlah yang banyak bisa diatasi. Saat ini, Agus dan anak-anak SMKN 4 Jakarta sedang memfokuskan untuk memasarkan robot pembatik tersebut. Robot itu dibanderol Rp 40 juta untuk ukuran kain 100 x 110 cm dan Rp 80 juta untuk ukuran kain 150 x 250 cm. Pemasaran dilakukan dengan mengikuti berbagai pameran. Selain itu, mereka menggunakan media internet.
Target pasar yang dilirik Agus mulai industri batik rumahan hingga industri berskala besar. Dengan berbagai kepraktisannya, Agus menyatakan, robot pembatik itu bisa digunakan oleh industri rumahan. “Tinggal tekan tombol enter, mesin sudah jalan sendiri. Bisa ditinggal tidur atau jalan-jalan,” kata dia, lantas tertawa.
Agus juga menuturkan, robot pembatik itu bisa mengatasi kepunahan batik tulis. Dia mengatakan, batik tulis bisa punah karena ilmu para pecanting di beberapa daerah tidak diwariskan. “Coba lihat, para pecanting mayoritas sudah tua,” tegasnya.
Agus berharap, pro-kontra terhadap karya robot pembatik tersebut tidak dibiarkan berlarut. Sebab, robot itu diciptakan untuk melestarikan batik. Dia juga mengatakan, kelestarian batik tulis bisa menangkal ancaman klaim dari negara-negara tetangga.
Khawatir karyanya dibajak, Agus dan jajaran SMKN 4 Jakarta bergerak cepat. Saat ini, hak paten robot pembatik itu sudah didaftarkan. Dia berharap, hak paten robot pembatik tersebut bisa segera keluar. Dengan demikian, seluruh keluarga besar SMKN 4 Jakarta tidak khawatir munculnya produk serupa di tempat lain. (c6/nw)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar